Jumat, 20 Maret 2015

Blender // [[#WayToDie]]

“sedang apa bu.” Seorang anak masuk kedalam sebuah dapur, ketika ia melihat ibunya berada didalam sana.
“ibu sedang memperbaiki blender ini Colin, ayahmu tak memperbaikinya walaupun ibu sudah memberitahunya berulang kali.”
“memang apa kerusakannya bu?’
“entahlah, ibu rasa mata pisaunya tersumbat.”
Seorang ibu itu sudah membongkar habis blender yang ia punya, kini hanya bagian mesin dan mata pisaunya yang ia coba perbaiki. Saklar dari blender itu sengaja ia cabut, agar tak ada listrik yang mengalir ke blender yang tengah ia perbaiki. Tanganya lihai mengobrak-abrik bagian mesin dan mata pisau blender itu, dari kilatan cahaya yang terpancar sepertinya mata pisau blender itu sangat tajam. Dapat memotong apapun dengan cepat.
“Colin, dapatkah kau membantu ibu?”
“memangnya ada apa bu?”
“tolong kau lihat adikmu, ia sedang bermain di halaman belakang tadi. Ibu belum selesai dengan ini.”
“tapi dia kan sudah besar, biarkan dia mengurus dirinya sendiri bu”
“Colin, adikmu baru berumur 5 tahun. Bagaimana kau dapat berbicara seperti itu.”
“ya ya, baiklah.”

Anak lelaki itu pergi walaupun sambil menggerutu, sang ibu meneruskan kembali pekerjaannya. Ketika Colin mencari di halaman belakang, ternyata ia tidak dapat menemukan adiknya. “Kemana perginya bocah itu.” Sekitar 10 menit ia mencari, tetapi tidak juga menemukan adiknya. Disisi lain, sang ibu masih dengan pekerjaannya, ia belum menemukan masalah apa yang menyebabkan blendernya tidak bekerja. Ia hati-hati sekali, karena tanganya sangat dekat dengan mata pisau yang tajam. Sekali saja ia lalai, tangannya akan sangat mudah untuk tergores.
Sang ibu sangat serius dengan pekerjaannya, tanpa ia sadari anak lelakinya yang berumur 5 tahun masuk ke dalam dapur. Ia berjalan sangat pelan, hingga tak menimbulkan suara sama sekali. Colin masih berada di halaman belakang, ia baru saja memutuskan untuk kembali ke dapur untuk memberitahukan ibunya bahwa ia tidak menemukan adiknya.

Anak laki-laki berumur 5 tahun itu tersenyum melihat ibunya yang sedang sibuk, tetapi kemudian beberapa ruas kabel di lantai menarik perhatiannya. Ia menghampiri kabel-kabel itu, dan duduk diantaranya. Sepertinya ia sangat tertarik dengan gulungan kabel itu, tepat di hadapannya ada sebuah saklar tergeletak. Anak itu menggengam sebuah kabel, dan ia terus saja menatap saklar didepannya. Anak itu tersenyum saraya mencondongkan tubuhnya ke arah saklar, ia mengangkat tangannya dan mulai memasukan pangkal kabel yang ia pegang ke dalam saklar. Ketika itu juga Colin masuk ke dalam dapur dan melihatnya, ia berteriak. Tetapi terlambat, anak laki-laki itu sudah memasukan pangkal kabel itu ke dalam saklar.

Seketika listrik mengalir dari saklar ke dalam  kabel itu, dan listrik teralirkan ke dalam mesin blender yang sedang diperbaiki. Ketika listrik itu mengalir, tangan si ibu sedang berada diantara mata pisaunya. Deru suara mesin memecah keheningan, dan mata pisau blender itu berputar dengan cepat. Menggiling tangan si ibu…
Si ibu berteriak sangat keras, darah terciprat keseluruh ruangan. Ia berusaha menarik tangannya, tetapi mata pisau sudah terlebih dahulu menghancurkannya. Kelima jarinya teriris hingga halus, rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuh si ibu. Suara tulang yang hancur bercampur dengan suara deru mesin, si ibu berteriak keras. Colin mencoba menolongnya, wajahnya dipenuhi darah. Ia menarik tubuh ibunya, hingga akhirnya terlepas dan terjatuh ke lantai. Tangan si ibu sudah habis, darah segar menetes dari pangkal pergelangan tangannya yang terputus.
Darah memenuhi dapur itu, dan teriakan kesakitan menelan keheningan rumah itu.
Tetapi sayang blender itu pun jatuh ke lantai, dan blender itu tidak terpasang dengan kuat hingga akhirnya mata pisaunya terlempar dari tempatnya. Mata pisau itu melayang ke udara dengan kecepatan tinggi, memantul beberapa kali di dinding dapur.

Hingga akhirnya mata pisau itu mendarat tepat di pertengahan leher si ibu, mata pisau itu menancap hingga menembus leher si ibu. Berputar-putar di rongga leher, menghancurkan batang tenggorokan si ibu. Tubuhnya gemetaran saat merasakan mata pisau itu menggorok lehernya, suaranya parau dan berat. Percampuran antara rasa sakit yang teramat sangat, dan  tubuhnya yang sedang meregang nyawa. Darah nya mengucur ke udara, dan ke seluruh tubuh Colin yang berada tepat disampingnya. Teriakan Colin pecah, saat melihat ibunya tergorok mata pisau dari blender itu. Lama kelamaan mata pisau itu berhenti berputar, dan tubuh sang ibu pun tidak lagi bergerak.
Tidak lama kemudian dapur itu menjadi hening, seluruh dindingnya di penuhi darah. Seakan dapur itu baru saja di cat dengan warna merah. Colin hanya bisa diam disebelah mayat ibunya, tubuhnya gemetaran. Sedangkan sang ibu sudah tidak lagi bergerak, tubuhnya kaku dengan leher yang hancur. Darah mengalir deras dari lehernya, luka dileher ibunya sangat besar hingga dinding dibelakangnya dapat terlihat dengan jelas melalui rongga leher yang sudah terkoyak. Melalui kulit yang sudah robek, dan memburai. Diantara rongga leher yang menganga, mata pisau dari blender itu masih menancap. Menancap dengan kuat, hingga dapat memutus urat nadi hanya dengan hitungan detik.

Dari balik meja didapur itu, anak laki-laki berumur 5 tahun mengintip ke arah Colin dan ibunya. Sebuah senyum ceria mengembang dari bibirnya, wajahnya yang berlumuran darah ibunya sendiri memperlihatkan ekpresi manis khas anak-anak seumurannya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar